Kamis, 04 Desember 2014

Banyak Kontraktor Minyak dan Gas Tidak Kompeten


Pemerintah akan memberantas mafia minyak dan gas bumi dengan sistem. Sistem yang berlaku di sektor minyak dan gas bumi akan dibuat setransparan mungkin untuk mempersempit pergerakan mafia. Hal itu dilakukan karena selama ini sistem yang ada memungkinkan mafia melakukan aktivitas yang merugikan negara.

Demikian yang mengemuka dalam diskusi yang dihadiri Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini M Soemarno, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Direktur Utama
PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi, serta Kepala Unit Pengendali Kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Widhyawan Prawiraatmaja, Kamis (4/12) malam, di Jakarta.”Untuk memberantas mafia migas, kami tidak mengejar orang, tetapi bagaimana menciptakan sistem yang transparan dan terbuka untuk membatasi ruang gerak mereka sehingga orang-orang itu tidak bisa beroperasi dengan leluasa,” ujar Rini.
Rini mengakui, praktik-praktik mafia di sektor migas itu ada. Mereka beroperasi lewat beragam regulasi yang ada. Praktik tersebut bisa terwujud lantaran ada banyak pihak yang terlibat.
”Salah satu cara untuk mencegah praktik mafia tersebut meluas adalah dengan melakukan perubahan secara total di dalam institusi. Sistem yang baik dan transparan dibangun agar mereka tidak dapat beroperasi,” kata Rini.
Sudirman menambahkan, mafia adalah sebuah perilaku. Mereka mencari keuntungan di sektor migas yang tidak transparan. Ia mencontohkan salah satu sistem yang diciptakan mafia soal cara PT Perusahaan Listrik Negara membeli gas dari pihak ketiga untuk keperluan pembangkit. Padahal, gas tersebut diproduksi Pertamina.
”Kenapa PLN tidak membeli saja langsung ke Pertamina? Itu ulah mafia. Kenapa kilang minyak tidak segera dibangun? Itu karena kita berada dalam cengkeraman pengimpor minyak,” ujar Sudirman.
Dalam memberantas mafia migas, lanjut Sudirman, pihaknya tidak akan menunjuk ke seseorang atau pihak tertentu. Cara melawannya adalah semisal dengan membangun kilang sesegera mungkin. Cara ini dinilai ampuh untuk menghentikan praktik mafia atau setidaknya meminimalkan ruang gerak mafia.
Mengenai aturan, lanjut Sudirman, contoh yang akan diterapkan adalah menginstruksikan badan usaha milik daerah (BUMD) yang memiliki hak partisipasi di sektor migas untuk fokus pada saham yang mereka miliki. BUMD tak boleh memanfaatkan hak partisipasi itu untuk dijadikan praktik percaloan sektor migas.
”Aturan-aturan semacam ini nantinya diharapkan dapat membatasi ruang gerak mafia migas,” kata Sudirman.
Sudirman meyakini bahwa dalam kurun waktu tertentu, kejahatan mafia migas tersebut akan terungkap. Apalagi, era kecanggihan teknologi dan era keterbukaan sekarang akan semakin mempercepat pengungkapan itu.
”Saya percaya bahwa tidak ada orang yang berlaku jahat dan sewenang-wenang dalam kurun waktu yang lama. Kami tidak akan terlalu bernafsu mengejar mereka. Lebih baik membangun fondasi yang baik dan kuat, lalu membiarkan penegak hukum yang bekerja,” ujar Sudirman.
Kaji Petral
Terkait dengan Petral, anak usaha Pertamina di sektor perdagangan minyak, menurut Rini, salah satu pekerjaan utama di jajaran direksi Pertamina adalah mengkaji lagi anak usaha itu. Ia juga menyebutkan bahwa Petral juga menjadi perhatian khusus Presiden Joko Widodo. Pengkajian Petral akan dilakukan sepenuhnya oleh direksi Pertamina.
”Apa yang menjadi tugas Petral selama ini tidak bisa juga serta-merta diambil alih Pertamina. Sebab, jika langsung diambil alih Pertamina, dikhawatirkan dapat mengganggu keseimbangan Pertamina itu sendiri. Perlu kajian mendalam terlebih dahulu,” kata Rini.
Menurut Rini, secara prinsip, tugas Petral dapat dilakukan secara langsung oleh Pertamina. Ia juga menekankan perlunya transparansi mengenai jual-beli minyak yang dilakukan Petral selama ini. ”Jika sekarang jual-beli migas banyak dilakukan dengan pola spot, pada masa mendatang perlu dipikirkan bagaimana membuat trading dengan pola menengah ataupun jangka panjang. Saya harap dalam waktu tiga bulan sudah ada kajian soal Petral,” ujar Rini.
Dwi Soetjipto menambahkan, pihaknya akan meninjau ulang kembali proses pengadaan yang ada di Pertamina. Petral yang semula didirikan untuk menjadi salah satu unit bisnis jual beli minyak, tetapi justru menangani hampir semua pengadaan yang ada di Pertamina.
271 Perizinan
Pemerintah maklum bahwa banyak tantangan yang dihadapi dan perlu segera dituntaskan di sektor migas. Tantangan-tantangan itu berupa persoalan perizinan yang lama dan berlarut-larut, proses lelang yang jatuh kepada perusahaan yang tidak kompeten, serta soal efisiensi.
Menurut Amien Sunaryadi, tantangan besar di sektor hulu migas adalah meringkas ratusan perizinan dan memprosesnya menjadi lebih cepat. Sejauh ini, tercatat ada 271 perizinan yang harus diurus investor di sektor hulu migas, mulai dari institusi yang ada di pusat sampai yang ada di daerah.
”Dari hasil pengamatan sejauh ini, pemberian wilayah karya kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) banyak diberikan kepada kontraktor yang tidak kompeten. Mereka sudah pegang kontrak, ternyata tidak melakukan kegiatan eksplorasi. Bahkan, ada KKKS yang tidak jelas di mana alamat kantornya,” tutur Amien.
Sudirman mengakui bahwa penyerahan pengerjaan proyek sektor energi banyak yang jatuh kepada perusahaan berkinerja buruk. Ia mencontohkan proyek di bidang pembangkit listrik. Krisis listrik di sejumlah daerah di Indonesia terjadi lantaran proyek tersebut diserahkan kepada pihak yang tidak kredibel.
”Dari pengamatan kami, ada sekitar 30 kontraktor yang tidak kredibel mengerjakan proyek pembangkit. Akibatnya, program 10.000 megawatt jadi terlambat secara teknis,” ujar Sudirman.
Widhyawan Prawiraatmaja menambahkan, persoalan lain yang menjadi kendala di sektor migas adalah tarik ulur mengenai perpanjangan kontrak kerja sama. Banyak hal yang bisa diputuskan secara langsung dan cepat, tetapi kerap ditunda-tunda tanpa alasan yang jelas sehingga menimbulkan ketidakpastian.
Subsidi Jebol
Rabu malam, dalam sebuah rapat koordinasi di Kementerian Keuangan, pemerintah memutuskan Pertamina agar tetap menyediakan BBM bersubsidi kendati kuota BBM bersubsidi sebanyak 46 juta kiloliter akan habis sebelum akhir tahun. Menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang turut hadir dalam pertemuan itu, pemerintah memutuskan Pertamina tetap menyediakan bahan bakar minyak bersubsidi sampai
31 Desember.
Dwi Soetjipto mengatakan, pihaknya menjamin Pertamina tidak merugi kendati harus menyediakan bahan bakar minyak bersubsidi di luar kuota yang ditetapkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar