Jumat, 17 Oktober 2014

RI Bisa Mandiri Energi


Indonesia masih bisa berswasembada energi. Untuk itu, upaya yang dilakukan antara lain pemberesan aturan yang menghambat, kepastian pengelolaan blok, pembangunan kilang, dan peningkatan produksi minyak mentah dengan penggunaan senyawa kimia. ”Kalau energi dikelola dengan baik, produksi minyak dan gas masih bisa ditingkatkan dan bahkan di atas kebutuhan kita. Kami memperkirakan dalam 5-6 tahun ke depan kita bisa swasembada energi, baik melalui peningkatan produksi dan diversifikasi energi,” kata Pelaksana Tugas Dirut Pertamina Muhamad Husen, Jumat (17/10).
Ia mengusulkan, ada satu tim yang meninjau regulasi-regulasi migas yang menghambat dan birokrasi yang lama sehingga bisa menaikkan produksi migas selain kebijakan fiskal. Husen tidak menyebut satu per satu aturan yang dimaksud. Meski demikian, dia mengatakan, semua itu dilakukan dengan berpegang pada tata kelola yang benar.
”Pemerintah yang baru harus berani membikin terobosan agar produksi migas kita naik,” katanya.
Pemerintah juga perlu segera memutuskan nasib kontrak-kontak migas yang dalam waktu dekat akan habis.
”Biang kerok penurunan produksi di beberapa blok karena pemerintah telat memutuskan nasib kontrak migas. Contohnya West Madura Offshore yang diputuskan diserahkan kepada Pertamina ketika produksi sudah turun,” kata Husen.
Ia beralasan, keputusan yang diambil lebih cepat, yang dalam undang-undang bisa dilakukan 10 tahun sebelum kontrak habis, menyebabkan blok minyak bisa dikelola sehingga tidak terjadi penurunan produksi.
”Jika diputus dengan cepat, kita bisa menilai apakah mau investasi lagi atau diakhiri,” katanya.
Salah satu yang sedang ditunggu adalah keputusan pemerintah terkait Blok Mahakam yang akan habis masa kontraknya pada 2017.
”Untuk Blok Mahakam, Pertamina sudah mengirim surat agar mendapatkan hak untuk mengelola blok itu. Kami siap untuk mengelola blok itu,” kata Husen.
Terkait dengan kilang yang ada saat ini, Husen menyatakan pihaknya akan meningkatkan kemampuan empat kilang yang ada. Dengan cara itu, pengolahan minyak diharapkan bisa meningkat. Meski demikian, ia menambahkan, pihaknya membutuhkan kilang baru.
Husen juga melirik kemungkinan pembangunan kilang-kilang kecil berukuran 6.000-8.000 barrel per hari. Dengan melihat contoh yang ada, kilang kecil bisa dioperasikan meski dengan keuntungan lebih kecil.
Upaya lainnya adalah meningkatkan produksi minyak mentah dengan menggunakan senyawa kimia (enhance oil recovery). Cara ini setidaknya bisa menambah produksi hingga 10 persen.
Untuk mendukung swasembada energi, Pertamina juga tetap mencari ladang-ladang minyak di luar negeri. Saat ini pihaknya telah memiliki ladang minyak di Aljazair dan Irak.

Satelit
Dalam seminar di Jakarta, Kamis lalu, diungkapkan bahwa pemerintah sedang menjajaki kemungkinan pengawasan distribusi batubara di Indonesia melalui satelit. Pemanfaatan teknologi tinggi tersebut untuk menurunkan potensi hilangnya batubara 30-40 juta ton per tahun akibat lemahnya pengawasan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral R Sukhyar mengatakan, Indonesia kehilangan batubara 30-40 juta ton per tahun akibat lemahnya pengawasan dan pencatatan. Jumlahnya mencapai hampir 10 persen produksi batubara.

Senin, 13 Oktober 2014

RI Sulit Bangun Kilang Minyak Baru Karena Ditentang Mafia Minyak

Kilang minyak Indonesia rata-rata berusia tua, paling muda adalah Kilang Balongan yang dibangun pada 1994. Saat ini sedang direncanakan pembangunan 3 kilang minyak, namun itu sulit karena mafia minyak internasional menentang.
Direktur Bahan Bakar Minyak (BBM) Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Djoko Siswanto mengatakan, Indonesia saat ini sangat perlu tambahan kilang baru.
“Hampir 80% kebutuhan BBM dipasok dari impor, kilang kita usianya tua-tua. Jadi kebutuhan kilang minyak sangat mendesak, apalagi dengan terus meningkatnya kebutuhan BBM seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ungkap Djoko di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (13/8/2013).
Namun, rencana pembangunan kilang tidak mudah, karena banyak yang menentang, terutama para mafia minyak internasional. “Kilang di mana pun dibangun, termasuk di Indonesia, pasti akan ditentang para mafia minyak internasional,” ujarnya.
Mengapa? karena ini akan menggantu pasar-pasar mereka selama ini.
“Kalau ada kilang dibangun di mana pun itu harga minyak bergejolak, ditentang banyak mafia, karena bisa menggangu pasar mereka, terutama yang di Singapura, di Arab. Apalagi Indonesia salah satu pasar mereka karena konsumsinya besar, kalau Indonesia punya kilang tambahan tentu impornya pasti berkurang,” tambah Djoko.
Contohnya seperti saat ini saja, Indonesia punya rencana membangun tiga kilang, namun ada berbagai macam kendalanya.
“Kilang kerjasama dengan investor dari Saudi Aramco, Kuawait banyak sekali permintaan insentif ini, keringan ini dan banyak lagi, kilang pemerintah sekarang mengantung karena Kementerian Keuangan belum menyetujui proyek kilang ini masuk dalam proyek multiyears,” ungkapnya.
“Kilang ini tergantung pemerintah, pembangunan kilang jangan dilihat dari nilai ekonomis atau untung bagi investor, tetapi untuk ketahanan energi Indonesia,” tandas Djoko.