Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas (Migas) Faisal Basri terus mengungkap temuan-temuan sementara kejanggalan di bidang migas selama menjabat ketua tim ini.
Faisal mengungkapkan kebenciannya karena menganggap PT Pertamina (Persero) bohong soal bisnis anak usahanya, PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).
Selain itu, Faisal juga mengungkapkan soal impor BBM subsidi. Ternyata yang diimpor seringkali adalah bensin RON 92 sekelas pertamax, dan diturunkan menjadi premium ketika dijual di dalam negeri.
Berikut sejumlah pengungkapan Faisal seperti dirangkum, Jumat (5/12/2014).
1. Benci Pertamina Bohong
Faisal Basri menyebut Pertamina sempat berbohong dan menutup-nutupi proses bisnis anak usahanya, PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).
Pertamina, kata Faisal, menyebut proses pembelian minyak mentah di Petral langsung dilakukan dengan national oil company, alias perusahaan atau produsen migas asing, tanpa perantara atau broker.
Faktanya, Faisal menemukan bahwa Petral juga membeli minyak yang telah diolah untuk dibawa ke Indonesia dari perusahaan trading, atau broker.
“Petral beli juga lewat Hin Leong Trading Ltd, lalu Kernel Oil yang juga sempat kena kasus. Sebetulnya Hin Leong itu kredibel. Cuma yang kita benci, kalau bohong. Jadi tolong kasih statement dan penjelasan yang jujur,” kata Faisal.
“Ada trader yang merealisasikan kontrak-kontrak itu bukan national oil company. Seperti yang diklaim Pertamina dan Petral. Saya kasih data bill of leading-nya, ada invoice-nya,” jelasnya.
Petral dipandang sebagai organisasi bagus, cuma Faisal ingin membuat sistem bisnis yang transparan. Dengan aturan main yang jelas, sistem perminyakan Indonesia bisa transparan.
“Tugas kami adalah memberi rekomendasi agar aturan mainnya jelas. Supaya kita bisa lihat ikan-ikan (pemain) yang ada di akuarium,” analoginya
2. Impor Bensin RON 92 Diturunkan Jadi RON 88
Pertamina melalui anak usahanya PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), menurut Faisal Basri, mengimpor bensin untuk keperluan dalam negeri. Sebanyak 70% kebutuhan bensin premium saat ini disokong dari impor.
Ternyata, BBM jenis premium yang dibeli Pertamina aslinya merupakan bensin RON 92 alias Pertamax. Alasannya, di pasaran dunia bensin RON 88 sudah tidak ada. Alhasil, Petral membeli bensin RON 92 yang kemudian diturunkan kualitasnya atau downgrade menjadi RON 88.
“Di dunia nggak ada bensin RON 88. Makanya di MoPS (Mean of Platts Singapore) nggak ada poin RON 88. Padahal yang kita jual itu RON 88. Maka pemenang tender (perusahaan trading atau oil company) dia beli RON 92, dia beri nafta untuk di-blending (dicampur) agar jadi RON 88,” kata Faisal.
Proses pengolahan dari bensin RON 92 menjadi RON 88 dilakukan di luar Indonesia. Alasannya, dari 5 kilang di Indonesia, hanya 1 di Balongan yang memiliki kemampuan mengolah bensin RON 92. Sehingga Faisal menegaskan, tidak ada proses downgrade Pertamax ke Premium di Indonesia, namun di luar negeri.
“Premium kan 70% diimpor, 30% dari dalam negeri. Sebagian besar kilang kita nggak produksi bensin di atas RON 88. Yang biasanya hanya di Balongan untuk RON 88 dan RON 92,” jelasnya.
Secara hitungan ekonomi, Faisal memandang, harga bensin RON 88 sewajarnya lebih murah daripada bensin RON 92. Namun, ada proses perubahan RON yang diduga memicu pembengkakan harga.
Oleh karena itu, Faisal meminta data selama 5 tahun terakhir tentang pengadaan impor Premium dari Petral.
“Harga RON 88 sama dengan 98% dari RON 92. Tapi proses belum tentu lebih murah. Maka kita minta data realisasinya, kwitansinya berapa. Itu ada di Petral dan ISC (Integrated Supply Chain). Saya minta datanya,” jelas Faisal.
3. Dolar Rp 12.300 Karena Minyak
Alasan utama di balik melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) beberapa hari terakhir.
Dolar yang menembus Rp 12.300, merupakan pelemahan rupiah terburuk sejak November 2011. Faisal menyebut pelemahan ini dipicu oleh minyak. Sebab Indonesia mengimpor minyak dalam jumlah besar untuk memenuhi pasokan premium dan solar bersubsidi di tanah air.
Impor ini berpengaruh terhadap defisit neraca berjalan (current account defisit).
“Kita tahu persis, rupiah rusak karena minyak defisit besar. Minyak sudah merambah ke mana-mana dan ciptakan sekujur perekonomian menderita,” kata Faisal.
Impor minyak yang tinggi menyumbang angka besar terhadap defisit neraca berjalan. Dari defisit US$ 29,1 miliar pada 2013, impor minyak menyumbang angka US$ 22,5 miliar. Angka ini terus meningkat seiring menurunnya produksi minyak dan kemampuan pengolahan minyak oleh kilang dalam negeri.
“Kian hari makin parah. Tahun 2013 impor minyak mentah dan produk minyak habiskan devisa US$42 miliar. Padahal cadangan devisa kita US$ 112 miliar. Hampir separuh untuk impor minyak,” jelasnya.
Faisal menjelaskan, solusi jangka pendek yang bisa dilakukan ialah mengatur besaran subsidi. Asumsinya ialah setiap liter BBM hanya disubsidi Rp 500, namun nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp 11.000 dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$ 75/barel.
“Asumsi pertumbuhan motor dan mobil 5%, subsidi Rp 500. Ciptakan defisit minyak hanya US$ 12,8 miliar untuk defisit minyak. Masalah minyak selesai, separuh masalah selesai, khususnya current account defisit, rupiah jadi stabil,” paparnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar