Ichsanuddin Noorsy |
Ekonom Ichsanuddin Noorsy masih tetap konsisten, selalu bersikap kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang merugikan bangsa dan negara. Terkait keberadaan SKK Migas, ia pun mengatakan sebaiknya SKK Migas segera dibubarkan karena keberadaanya tidak sesuai dengan konstitusi dan hanya menjadi sarang para mafia migas.
Ia mengungkapkan, dirinya bersama pengamat minyak dan gas bumi dari Center for Petroleum and Energy Economics Studies, Kurtubi, sudah sejak lama mendesak pemerintah untuk segera membubarkan SKK Migas. “SKK migas itu melanggar konstitusi dan tidak memiliki dasar undang-undangnya,” kata Ichsanuddin, Kamis (11/9).
Menurut dia, model yang seharusnya diterapkan adalah goverment to goverment (G to G) dan basement to basement (B to B). Jadi, kalau terjadi apa-apa dalam transaksi bisnis, negara tidak dirugikan. “Model Undang-Undang Pertambangan yang lama dengan Pertamina itu kan modelnya B to B dan sudah benar, bukan G to B seperti Undang-Undang Migas yang kerap merugikan negara,” ungkapnya.
Kendati demikian, jika nantinya SKK Migas dibubarkan, dirinya menggagas agar fungsi dari SKK Migas tidak dikembalikan ke Pertamina, melainkan dengan cara membuat perusahaan BUMN terbaru. “Kita tiru Cina yang memiliki tiga perusahaan yang mengelola minyak negara. Jadi, saya mengagas, kita buat saja perusahaan minyak baru, tapi khusus di bidang investasi dan ekspor-impor. BUMN investasi di sektor migas, termasuk ekspor-impor yang tentunya bisa menjual minyak secara langsung tanpa melalui pihak ketiga dan bersifat terbuka. Jadi, setiap tahunnya dibuat buku laporan secara terbuka,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, dalam upaya memberantas para mafia migas, tidaklah tepat bila fungsi SKK Migas dialihkan ke Pertamina, mengingat di tubuh Pertamina sendiri disinyalir banyak terdapat jaringan mafia.
Jauh sebelum itu, Ichsanuddin Noorsy juga selalu bersikap kritis terhadap kelompok liberal dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut dia, kelompok liberal bukan sekadar antek asing, tapi pengkhianat bangsa.
“Kalau orang lain bilang sebagai antek asing, kalau saya lebih keras dari itu, saya menyebut mereka sebagai pengkhianat,“ ujarnya dalam sebuah kesempatan.
Ia juga kerap memaparkan data-data terkait keterlibatan asing dalam mengintervensi perekonomian Indonesia. “Kita dijajah di rumah kita sendiri,” tuturnya, sambil menjabarkan beberapa hal yang menjadi agenda meliberalkan Indonesia, antara lain “memasarkan” sekularisme dan pluralisme.
Menurut Ichsanuddin, biar kita miskin, kita harus punya harga diri. Ia kemudian menceritakan, betapa Barat punya cara-cara dalam mengader para aktivis liberal, di antaranya dengan memberikan beasiswa kepada orang-orang yang menjadi partner mereka untuk studi di luar negeri. “Itulah sebabnya Ulil Abshar Abdalla bisa sekolah di Harvard,” tuturnya.
Ia membeberkan, negara Indonesia sudah terjebak dalam pusaran pasar bebas. “Energi, pangan, dan infrastruktur kita sudah masuk ke pasar bebas”, tuturnya.
Ichsanuddin juga mewanti-wanti akan adanya penjajahan-penjajahan simbolis dalam program-program dari Amerika Serikat. Ia menyatakan, beasiswa-beasiswa dari Amerika Serikat adalah untuk menanamkan ideologi Amerika Serikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar