Direktur Solidaritas Kerakyatan Khusus Migas (SKK Migas) Ferdinand Hutahayan, mengatakan, mafia minyak dan gas (migas) masih menjadi penyebab dari tidak efisiennya pemerintahan.Ia mengatakan, mafia migas membuat Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan. Defisit terus terjadi akibat kebutuhan impor semakin besar, dikarenakan impor minyak.
”SBY harus mengatakan adanya mafia migas ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” ujar Ferdinand Hutahayan, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (10/6/2014) Menurut dia, selama ini Indonesia terus bergantung pada bahan bakar minyak (BBM) impor. Indonesia sengaja tidak mendirikan kilang pengolahan, hanya supaya impor jalan terus dan komisi diperoleh mafia.
Ferdinand menyebutkan, bukan hanya impor BBM untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi cengkeraman luas dalam seluruh bisnis ekspor-impor migas di Indonesia, termasuk pembagian ladang minyak kepada perusahaan asing.”Terbukti SBY gagal membasmi mafia migas, malah menyuburkan. Ini jadi pertanyaan tersendiri,” kata Ferdi. Dia juga menuding mafia mengendalikan Pertamina Trading Energy Ltd (Petral), anak perusahan Pertamina yang bergerak dalam perdagangan minyak.
Tugas utama Petral adalah menjamin suplai kebutuhan minyak kebutuhan Pertamina/Indonesia dengan cara impor. Namun, nilai impor oleh yang sedikitnya Rp 300 triliun per tahun, sejak lama diatur mafia.”Petral selama puluhan tahun melalui kerja sama dengan lima broker minyak: Supreme Energy, Orion Oil, Paramount Petro, Straits Oil dan Cosmic Petrolium — berbasis di Singapura, terdaftar di Virgin Island (negara yang bebas pajak), ini yang membuat kita tidak pernah membangun dan memperbarui kilang minyak, ” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar