Selain memberi kebebasan berinvestasi bagi pemodal asing, ekonom Faisal Basri mengungkapkan bahwa pembangunan kilang minyak oleh PT Pertamina (Persero) akan mampu menciptakan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Untuk menekan defisit transaksi berjalan supaya surplus, tentunya harus meningkatkan ekspor dan mengurangi impor. Saat ini impor kita paling besar dari migas dan juga bahan baku. Bisa juga Pertamina segera membangun kilang, untuk menekan impor,” kata Faisal di Jakarta, Rabu (19/2).
Menurut dia, tidak beralasan jika Pertamina mengaku tidak memiliki sumber dana untuk membangun kilang minyak. “Jika alasan Pertamina tidak ada duitnya, kenapa mereka bisa melakukan ekspansi ke luar negeri?” ujar Faisal.
Dia menyebutkan, untuk mendanai pembangunan kilang, Pertamina juga bisa berutang atau meminta pengurangan pemberian dividen kepada pemerintah. “Itulah solusi terbaik untuk saat ini,” kata Faisal.
Faisal berpendapat, saat ini pemerintah tidak bisa mengandalkan penguatan rupiah pada peningkatan neraca modal yang selama ini berhasil menekan defisit neraca transaksi berjalan, dan akhirnya menciptakan surplus pada neraca pembayaran Indonesia. “Kita tidak ingin penguatan rupiah semata-mata dari capital account saja, karena itu di luar kendali kita. Tetapi, bisa juga dengan membebaskan asing masuk, supaya rupiah kita kuat,” jelasnya.
Faisal memperkirakan, pada akhir tahun ini rupiah akan menguat di kisaran Rp10.000 per dolar AS. Menurutnya, perkiraan ini sejalan dengan berlanjutnya perbaikan ekonomi global dan kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia. “Rupiah bisa menguat karena harga komoditi membaik, seperti kakao, kopi dan harga kelapa sawit,” imbuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar