PT Pertamina (Pertamina) diminta lebih baik fokus menambah kapasitas kilang BBM-nya yang sudah lama tidak bertambah kapasitasnya, ketimbang membangun bisnis di sektor petrokimia.
Pengamat Perminyakan Sutadi Pudjo Utomo yang juga mantan Direktur Keuangan Pertamina mengatakan, bisnis petrookimia memang memiliki nilai tinggi, namun masalahnya petrokimia memerlukan kondesat sebagai bahan baku.
“Petrokimia memang nilai tinggi setelah refinary (kilang), namun masalahnya perlu kondesat sebagai bahan baku, ini nanti masalah juga,” kata Sutadi Pertamina kepada wartawan, Jumat (14/12/2012).
Dikatakan Sutadi, sebaiknya Pertamina sebagai BUMN harus fokus pada kilang untuk mengolah BBM untuk kebutuhan energi domestik.
“Sebaiknya Pertamina sebagai BUMN harus fokus padaa kulang untuk BBM untuk kebutuhan domestik,” ucap Sutadi.
“Sebaiknya Petrokimia biar kilang swasta yang sekarang kapasitasnya belum optimal,” ucap Sutadi.
Sementara dana investasi bisnis petrokimia tersebut lebih baik untuk menambah kapasitas kilang BBM. “Sehingga dana itu lebih baik untuk menambah kapasitas kilang BBM,” tandas Sutadi.
Seperti diketahui, Pertamina telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan tiga perusahaan petrokimia multinasional, yaitu SK Global Chemical, PTT Global Chemical, dan Mitsubishi Corporation.
Isi MoU antara lain kerja sama pembangunan pabrik petrokimia berkapasitas satu juta ton per tahun dengan perkiraan investasi Rp48 triliun atau lima miliar dolar AS. Selanjutnya, pada April 2013, Pertamina menargetkan sudah menetapkan satu di antara tiga perusahaan sebagai mitra pembangunan kilang petrokimia yang ditargetkan beroperasi 2017.
Kilang petrokimia direncanakan menghasilkan produk etilen 250 ribu ton, polietilen 400 ribu ton, polipropilen 350 ribu ton, dan PVC 200 ribu ton per tahun. Sebelum pabrik terbangun pada 2017, Pertamina dan mitra terpilih akan melakukan kerja sama pemasaran produk petrokimia di pasar domestik dan regional.
Dalam perusahaan patungan itu, Pertamina menetapkan kepemilikan saham minimal 51 persen. Saat ini, pasar petrokimia domestik masih didominasi impor dengan perkiraan sekitar US$ 5 miliar per tahun. Pertamina kini baru menguasai pangsa pasar hanya 10% dari total kebutuhan petrokimia nasional.