Dalam jumpa pers di Kantor Satgas Mafia Hukum, Jakarta, Kamis (29/4/2010), Sari mengatakan, praktek mafia pertambangan itu sudah terjadi sejak tahun 2003. Bahkan diduga ada oknum di Mabes Polri yang terlibat dalam kasus tersebut.
Awal dari kasus tersebut bermula saat pengusaha tambang batubara berinisial HI melakukan upaya pengambilalihan kuasa pertambangan dari perusahaan batubara yang telah lebih dulu eksis, misalnya CV Indosraya Putra.
Saat itu oknum HI melakukan upaya manipulasi surat kuasa pertambangan seolah-olah lahan tersebut adalah miliknya.
"Mereka melakukan rekayasa hukum dan dilakukan oleh aparat hukum Polda Kalimantan Selatan, Polres Tanah Bumbu. Rekayasa tersebut berupa membuat surat tanah palsu dan membuat keonaran di sekitar pertambangan, seolah-olah kami melakukan pelanggaran hukum, kemudian lahan kami diambil secara paksa, " ujar Sari.
Tidak hanya itu, kata Sari, lahannya seluas 10 hektar juga diambil paksa oleh oknum HI dan aparat kepolisian tersebut. Bahkan areal hutan juga dirambah untuk dibuka sebagai wilayah pertambangan batubara.
Setelah peristiwa tersebut terjadi, lanjut Sari, saat ini ada lima perusahaan tambang batubara yang melakukan praktek pertambangan atas hasil upaya rekayasa hukum tersebut, diantaranya adalah PT. Satui Bara Tama, PT. Bara Mega Citra Mulia Persada, CV Aulia, PT. Sari Borneo Yupanda dan terakhir KUD Gajah Mada.